Sidoarjo, 4 September 2025. MDTNI Journalist – Dugaan adanya penggelembungan anggaran (mark up) dalam proyek pembangunan kios Desa Kedungkendo, Kecamatan Candi, mulai mencuat ke publik. Proyek yang bersumber dari dana desa ini dijalankan pada tahun anggaran 2024 sebesar Rp180 juta, dan berlanjut pada tahun 2025 dengan anggaran Rp172 juta. Namun, mekanisme pencairan dana dinilai janggal dan diduga menimbulkan kerugian hingga puluhan juta rupiah.
Jika dibandingkan dengan harga pasar, nilai proyek tersebut dinilai terlalu tinggi. Padahal, dana desa semestinya digunakan secara maksimal untuk kepentingan masyarakat, dengan pengelolaan yang transparan serta efisien agar hasil pembangunan benar-benar optimal.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, progres fisik pembangunan kios desa tahun 2024 dengan anggaran Rp180 juta diduga mengalami kelebihan hingga 30 persen dari total biaya yang digelontorkan. Sementara pada pembangunan tahun 2025, potensi kerugian juga ditaksir cukup besar. Tim investigasi menyebut, merujuk pada acuan standar harga, total kerugian dari dua tahun anggaran tersebut berkisar Rp80 juta hingga Rp95 juta.
Selain itu, ditemukan adanya selisih signifikan antara Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan kondisi riil di lapangan. Bahkan, terdapat indikasi penghitungan ganda pada beberapa item pekerjaan, yang semakin memperkuat dugaan adanya pembengkakan anggaran.
Kinerja Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) juga dinilai tidak sesuai aturan, bahkan terkesan mengabaikan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Minimnya transparansi dalam pengelolaan dana desa pun menimbulkan pertanyaan di masyarakat.
Masyarakat berharap pihak berwenang segera melakukan audit menyeluruh agar penggunaan dana desa tetap sesuai ketentuan dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Jangan sampai anggaran desa yang seharusnya untuk kesejahteraan warga malah dikorupsi,” tegas perwakilan lembaga kontrol sosial setempat.
Pihak lembaga tersebut juga menyatakan siap berkoordinasi dengan Dinas Inspektorat untuk menindaklanjuti persoalan ini.